Indahnya Islam
INDAHNYA ISLAM
Oleh
Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman
Tema keindahan Islam sangat luas, panjang lebar sulit untuk diringkas dengan bilanngan waktu yang tersisa. Sebelumnya, yang perlu kita ketahui adalah firman Allah Azza wa Jalla.
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam” [ali-Imran/3 : 19]
Juga firmanNya.
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ
“Barangsiapa yang mencari selain Islam sebagai agama, maka tidak akan diterima” [ali-Imran/3 : 85]
Jadi, agama yang dibawa oleh para nabi dan menjadi sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus para rasul adalah dienul Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus para rasul untuk mengajak agar orang kembali kepada Allah. Para rasul datang untuk memperkenalkan Allah. Barangsiapa mentaati mereka, maka para rasul akan memberikan kabar gembira kepadanya. Adapun orang yang menentangnya, maka para rasul akan menjadi peringatan baginya.
Para rasul diperintahkan untuk menegakkan agama di dunia ini. Allah Azza wa Jalla berfirman.
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰ ۖ أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ ۚ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ ۚ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ
“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu “Tegakkan agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya”. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendakiNya dan memberi petunjuk kepada (agama)Nya orang yang kembali (kepada)Nya”. [asy-Syuraa/42 : 13]
Islam adalah agama yang dipilih Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk makhlukNya. Agama yang dibawa Nabi merupakan agama yang paripurna. Allah tidak akan menerima agama selainnya. Jadi agama ini adalah agama penutup, yang dicintai dan diridhaiNya. Allah berfirman.
اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ
“Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendakiNya dan memberi petunjuk kepada (agama)Nya orang yang kembali (kepada)Nya” [asy-Syuraa/42 : 13]
Sebagian ahli ilmu mengatakan : Sebelumya aku mengira bahwa orang yang bertaubat kepada Allah, maka Allah akan menerima taubatnya. Dan orang yang meridhai Allah, niscaya Allah akan meridhainya. Dan barangsiapa yang mencintai Allah, niscaya Allah akan mencintainya. Setelah aku membaca Kitabullah, aku baru mengetahui bahwa kecintaan Allah mendahului kecintaan hamba padaNya dengan dasar ayat.
يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
“Dia mencintai mereka dan mereka mencitaiNya” [al-Ma’idah/5 : 54]
Ridha Allah kepada hambaNya mendahului ridha hamba kepadaNya dengan dasar ayat.
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
“Allah meridhai mereka dan mereka meridhainya” [at-Taubah/9 : 100]
Dan aku mengetahui bahwa penerimaan taubat dari Allah Azza wa Jalla, mendahului taubat seorang hamba kepadaNya dengan dasar ayat.
مِنَ اللَّهِ إِلَّا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا
“Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya” [at-Taubah/9 : 118]
Demikianlah, bila Allah Azza wa Jalla mencitai seorang manusia, maka Dia akan melapangkan dadanya untuk Islam. Dalam shahihain, dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salla bersabda.
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya. Tidak ada seorang Yahudi dan Nashrani yang mendengarku dan tidak beriman kepadaku, kecuali syurga akan haram buat dirinya” [Hadits Riwayat Muslim]
Karena itu, agama yang diterima Allah adalah Islam. Umat Islam harus menjadikannya sebagai kendaraan. Persatuan harus bertumpu pada tauhid dan syahadataian.
Islam agama Allah. Kekuatannya terletak pada Islam itu sendiri. Allah menjamin penjagaan terhadapnya. Allah Aza wa Jalla berfirman.
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” [al-Hijr/15 : 9]
Sedangkan agama selainnya, jaminan ada di tangan tokoh-tokoh agamanya. Allah Azza wa Jalla berfirman.
بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ
“Disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab” [al-Ma’idah/5 : 44]
Kalau mereka tidak menjaganya, maka akan berubah. Ia bagaikan sesuatu yang mati. Harus digotong. Tidak dapat menyebar, kecuali dengan dorongan sekian banyak materi. Sedangkan Islam pasti tetap akan terjaga. Karena itu, masa depan ada di tangan Islam. Islam pasti menyebar ke seantero dunia. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskannya dalam Al-Qur’an, demikian juga Nabi dalam Sunnahnya.
Kesempatan kali ini cukup sempit, tidak memungkinkan untuk menyebutkan seluruh dalil. Tapi saya ingin mengutip sebuah ayat.
مَنْ كَانَ يَظُنُّ أَنْ لَنْ يَنْصُرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ فَلْيَمْدُدْ بِسَبَبٍ إِلَى السَّمَاءِ ثُمَّ لْيَقْطَعْ فَلْيَنْظُرْ هَلْ يُذْهِبَنَّ كَيْدُهُ مَا يَغِيظُ
“Barangsiapa yang menyangka bahwa Allah sekali-kali tidak menolongnya (Muhammad) di dunia dan akhirat, maka hendaklah ia merentangkan tali ke langit, kemudian hendaklah ia melaluinya kemudian hendaklah ia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya” [al-Hajj/22 : 15]
Dalam Musnad Imam Ahmad dari sahabat Abdullah bin Amr Radhiyallahu anhu, kami bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Kota manakah yang akan pertama kali ditaklukkan ? Konstantinopel (di Turki) atau Rumiyyah (Roma) ?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Konstantinopel-lah yang akan ditaklukkan pertama kali, kemudian disusul Rumiyyah”, yaitu Roma yang tertelak di Italia.
Islam pasti akan meluas di seluruh penjuru dunia. Pasalnya, Islam bagaikan pohon besar yang hidup lagi kuat, akarnya menyebar sepanjang sejarah semenjak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Islam adalah agama (yang sesuai dengan) fitrah. Kalau anda ditanya, bagaimana engkau mengetahui Rabb-mu. Jangan engkau jawab “Dengan akalku”, tapi jawablah dengan fitrahku”. Oleh karena itu, ketika ada seorang atheis yang mendatangi Abu Hanifah rahimahullah dan meminta dalil bahwa Allah adalah Haq (benar), maka beliau menjawab dengan dalil fitrah.
“Apakah engkau pernah naik kapal dan ombak mempermainkan kapalmu?”
Ia menjawab : “Pernah”.
(Abu Hanifah bertanya lagi) : “Apakah engkau merasa akan tenggelam ?”
Jawabnya : “Ya”.
“Apakah engkau meyakini ada kekuatan yang akan menyelamatkanmu?”
“Ya”, jawabnya.
“Itulah fitrah yang telah diciptakan dalam dirimu. Kekuatan ada dalam dirimu itulah kekuatan fitrah Allah.
Manusia mengenal Allah Subhaahu wa Ta’ala dengan fitrahnya. Fitrah ini terkandung dalam dada setiap insan. Dasarnya hadits Muttafaq ‘Alaih. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ
“Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani atau Majusi”.
Akal itu sendiri bisa mengetahui bahwa Allah adalah Al-Haq. Namun ia secara mandiri tidak akan mampu mengetahui apa yang dicintai dan diridhai Allah. Apakah mungkin akal semata saja dapat mengetahui bahwa Allah mencintai shalat lima waktu, haji, puasa di bulan tertentu ? Karena itu, fitrah itu perlu dipupuk dengan gizi yang berasal dari wahyu yang diwahyukan kepada para NabiNya.
Sekali lagi, nikmat dan anugrah paling besar yang diterima seorang hamba dari Allah Subhanahu wa Ta’ala ialah bahwa Allah-lah yang memberikan jaminan untuk menetapkan syari’atNya. Dialah yang menjelaskan apa yang dicintai dan diridhaiNya. Inilah nikmat terbesar dari Allah kepada hambaNya. Bila ada orang yang beranggapan ada kebaikan dengan keluar dari garis ini dan mengikuti hawa nafsunya, maka ia telah keliru. Sebab kebaikan yang hakiki dalam kehidupan ini maupun kehidupan nanti hanyalah dengan mentaati seluruh yang datang dari Kitab Allah dan Sunnah RasulNya.
Syari’at Islam datang untuk menjaga lima perkara. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mensyariatkan banyak hal untuk menegaskan penjagaan ini. Islam datang untuk menjaga agama. Karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengharamkan syirik, baik yang berupa thawaf di kuburan, istighatsah kepada orang yang dikubur serta segala hal yang bisa menjerumuskan ke dalam syirik, dan mengharamkan untuk mengarahkan ibadah, apapun bentuknya, (baik) secara dhahir maupun batin kepada selain Allah. Oleh sebab itu, kita harus memahami makna ringkas syahadatain yang kita ucapkan.
Syahadat “Laa Ilaaha Illa Allah”, maknanya, tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, ibadah hanya milik Allah. Ini bagian dari pesona agama kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengharamkan akal, hati dan fitrah untuk melakukan peribadatan dan istijabah (ketaatan mutlak) kepada selainNya. Sedangkan makna syahadat “ Wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah”, (yakni) tidak ada orang yang berhak diikuti kecuali Muhammad Rasulullah. Kita tidak boleh mengikuti rasio, tradisi atau kelompok jika menyalahi Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah. Maka seorang muslim, disamping tidak beribadah kecuali kepada Allah, juga tidak mengikuti ajaran kecuali ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia tidak mengikuti ra’yu keluarga, ra’yu kelompok, ra’yu jama’ah, ra’yu tradisi dan lain-lain jika menyalahi Al-Qur’an dan Sunnah.
Dakwah Salafiyah yang kita dakwahkan ini adalah dinullah yang suci dan murni, yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala pada kalbu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi dalam berdakwah, kita tidak mengajak orang untuk mengikuti kelompok ataupun individu. Tetapi mengajak untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah.
Namun, memang telah timbul dakhon (kekeruhan) dan tumbuh bid’ah. Sehingga kita harus menguasai ilmu syar’i. Kita beramal (dengan) meneladani ungkapan Imam Malik, dan ini, juga perkataan Imam Syafi’i :
كُلُّ اَحَدٍ يُؤْخَذُ مِنْ كَلاَمِهِ وَيـُرَدُّ عَلَـيْهِ اِلاَّ صَاحِبَ هذَا اْلقَبْرِ
“Setiap orang bisa diambil perkataanya atau ditolak, kecuali pemilik kubur ini, yaitu Rasulullah”.
Telah saya singgung di atas, agama datang untuk menjaga lima perkara. Penjagaan agama dengan mengharamkan syirik dan segala sesuatu yang menimbulkan akses ke sana. Kemudian pejagaan terhadap badan dengan mengharamkan pembunuhan dan gangguan kepada orang lain. Juga datang untuk memelihara akal dengan mengharamkan khamr, minuman keras, candu dan rokok. Datang untuk menjaga kehormatan dengan mengharamkan zina, percampuran nasab dan ikhtilath (pergaulan bebas). Juga menjaga harta dengan mengharamkan perbuatan tabdzir (pemborosan) dan gaya hidup hedonisme. Penjagaan terhadap kelima perkara ini termasuk bagian dari indahnya agama kita. Syari’at telah datang untuk memerintahkan penjagaan terhadap semua ini. Dan masih banyak perkara yang digariskan Islam, namun tidak mungkin kita paparkan sekarang.
Syari’at telah merangkum seluruh amal shahih mulai dari syahadat hingga menyingkirkan gangguan dari jalan.
Karena itu tolonglah jawab, kalau menyingkirkan gangguan dari jalan termasuk bagian dari keimanan, bagaimana mungkin agama memerintahkan untuk mengganggu orang lain, melakukan pembunuhan dan peledakan ? Jadi, ini sebenarnya sebuah intervensi pemikiran asing atas agama kita.
Semoga Allah memberkahi waktu kita, dan mengkaruniakan kepada kita pemahaman terhadap Kitabullah dan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan lurus. Dan semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi tambahan karuniaNya kepada kita.
Akhirnya, kami ucapkan Alhamdulillah Rabbil ‘Alamin.
(Diangkat dari ceramah Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman Tanggal 5 Desember 2004 di Masjid Istiqlal Jakarta)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun VIII/1425H/2005M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3971-indahnya-islam.html